TARAKAN – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding terhadap perkara kasus mark up pengadaan fasilitas Kelurahan Karang Rejo. Atas putusan Pengadilan Tipikor Samarinda.
Tiga terdakwa dalam kasus ini, sebelumnya diputus bersalah. Yakni Khaeruddin Arief Hidayat dijatuhkan pidana 3 tahun 6 bulan. Kemudian Harioni dan Sudarto divonis 2 tahun penjara.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan Adam Saimima melalui Kasi Intel Harisman mengatakan, JPU mengajukan banding terhadap putusan tiga terdakwa, Selasa (5/4) di Pengadilan Tipikor Samarinda. Ada beberapa yang menjadi pertimbangan JPU mengajukan banding. Salah satunya, Majelis Hakim memutuskan bersalah dengan pasal subsider dalam dakwaan. Sementara, JPU menuntut dengan dakwaan primer.
“Dari pasal yang diputuskan berbeda dengan tuntutan kami. Sekaligus putusannya terlalu rendah dari tuntutan. Jadi, kami ajukan banding terhadap pasal yang diputuskan Majelis Hakim. Kami siapkan memori banding dulu sebelum 7 hari,” tegasnya, Rabu (6/4).
Pernyataan banding juga disampaikan ketiga Penasehat Hukum (PH) para terdakwa, di hari yang sama setelah Jaksa menyatakan banding. Supiatno, PH dari terdakwa Arief Hidayat dan Hariono mengaku, masih mempersiapkan memori banding untuk diserahkan pekan depan.
“Memori banding bukan sesuatu yang wajib. Tapi kemungkinan kami memasukan memori banding minggu depan. Bagi kami, putusan Majelis Hakim belum memenuhi rasa keadilan bagi kami. Kalaupun kami tidak banding, JPU juga sudah menyatakan banding,” jelasnya.
Dengan pernyataan banding ini, berarti putusan belum berkekuatan hukum tetap. Sehingga Arief belum diwajibkan untuk membayar uang pengganti. “Artinya putusan tingkat pertama belum berkekuatan hukum tetap. Kemungkinan kami juga akan mengulas tentang uang pengganti,” tuturnya.
Sementara itu, PH terdakwa Sudarto, Jafar Nur mengatakan, mempertimbangkan putusan tingkat pertama belum mencerminkan keadilan. Sehingga mengajukan banding. Menurutnya, banyak fakta di persidangan yang terungkap kliennya menjalankan tugasnya sebagai appraisal, terbukti tidak terlibat dengan terdakwa Arief.
“Penilaian appraisal lebih rendah dari proposal Lurah Karang Rejo yang nilai penawaran tanahnya Rp 4 miliar. Berarti membuktikan klien kami bekerja secara profesional. Bahkan harga penawaran lebih rendah Rp 2,7 miliar. Tidak menjadi pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor,” singkatnya. (kn-2)