TARAKAN – Permohonan kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan pada perkara sabu seberat 2,7 kg ditolak Mahkamah Agung (MA).
Diketahui, dalam perkara tersebut terdakwa yaitu Basril alias Bolong divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tarakan pada 10 Oktober 2023. Dalam perkara tersebut, Bolong dituntut oleh JPU dengan hukuman 11 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Namun terdakwa divonis bebas di tingkat pertama.
Syafruddin selaku Penasehat Hukum (PH) Basril alias Bolong mengatakan, putusan kasasi yang dikeluarkan MA diterbitkan pada 23 Januari 2024. Namun terdakwa dibebankan biaya perkara pada seluruh tingkat peradilan dan tingkat kasasi pada negara.
“Putusan kasasi tersebut menguatkan putusan PN Tarakan. Ini memastikan bahwa klien kami tidak terlibat dalam perkara itu. Ditingkat pertama putusan hakim memerintahkan untuk dibebaskan, karena putusannya bebas. Maka dikeluarkan dari tahanan,” jelasnya.
Setelah dinyatakan bebas pada putusan tingkat pertama, JPU saat itu langsung menyatakan kasasi. Pihaknya pun membuat memori kontra kasasi terhadap memori kasasi yang diajukan JPU. “Tak ada upaya hukum yang diajukan lagi oleh jaksa. Putusannnya sudah inkrah,” tegasnya.
Humas PN Tarakan Imran Marannu Iriansyah mengatakan, dalam perkara sabu 2,7 kg satu terdakwa yaitu Muhammad Natsir divonis 10 tahun pidana penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tarakan. Sementara satu terdakwa lainnya, Basril alias Bolong divonis bebas oleh majelis hakim.
Dari fakta persidangan, hanya satu terdakwa yang didapati bersalah dalam perkara tersebut, yakni Muhammad Natsir. Sementara terhadap terdakwa Basril, dibebaskan oleh majelis hakim setelah didapati tidak ada fakta persidangan yang membuatnya bersalah.
“Terhadap Natsir ini, majelis hakim tidak melihat kepada volume barang bukti 2,7 kg ini. Tapi melihat apa peran terdakwa dalam sindikat narkotika,” ungkapnya.
Melalui fakta persidangan juga, pondok terdakwa yang ada di area pertambakan Bebatu, Kabupaten Tana Tidung, sering digunakan tempat titipan sabu. Didapati sabu yang diantarkan seseorang ke pondok milik terdakwa Natsir, nanti akan ada orang lain yang ambil lagi.
“Terdakwa Natsir tidak kenal sama orang itu dan hanya komunikasi via telepon saja. Belum pernah ketemu orangnya,” imbuh Imran.
Meski demikian, melalui fakta persidangan lagi didapati barang yang dititipkan ke pondok milik terdakwa Natsir sudah lima kali berlangsung. Dari titipan pertama dan kedua, terdakwa Natsir tidak mengetahui isi dari barang titipan tersebut.
Namun saat titipan ketiga dan keempat, terdakwa Natsir sudah mengetahui isi barang titipan merupakan narkotika jenis sabu.
“Yang kelima ini tidak ada komunikasi lewat telepon. Itu fakta persidangan. Karena orang itu mungkin sudah biasa, makanya datang saja langsung titip. Sementara si Bolong memang kebetulan disitu dan kehujanan berteduh saat mencari kepiting,” pungkasnya. (kn-2)


