Sebelum harus mengajaknya ke kelas, Areka sering izin 3–4 hari dalam sepekan untuk menjaga adik-adiknya di rumah. Empati yang mengalir dari berbagai pihak membuat sang ibu kini bisa membuka toko sembari momong dua anaknya yang terkecil.
- GAMAL AYATULLAH, Lamongan
AREKA Majestyi Briliana kini bisa lebih tenang bersekolah. Tak lagi harus membagi perhatian antara mengikuti pelajaran dan momong dua adiknya yang ikut ke dalam kelas.
“Sekarang adik-adiknya ikut saya (di rumah, Red). Saya buka toko kecil-kecilan setelah mendapat banyak bantuan,” kata Dwi Anipah, ibunda Areka, kepada Jawa Pos Radar Lamongan yang menemuinya di rumahnya di Desa Kedunglerep, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Rabu (9/2) pekan lalu.
Sekitar akhir Januari lalu, Areka ramai menjadi sorotan saat videonya berangkat sekolah sambil menggendong adiknya ramai beredar di berbagai platform. Upik 11 tahun itu harus melakukannya karena sang ibu mesti menjadi buruh tani.
Dwi Anipah adalah orang tua tunggal. Suami pertamanya yang juga ayah Areka meninggal pada 2013. Dia kemudian menikah lagi yang membuahkan dua adik Areka, Adista Ely Victoria, 4, dan Amanda Veronika Azzahra, 2. Namun, pernikahan kedua itu sekarang juga sedang dalam proses perceraian. “Jadi, sejak beberapa bulan lalu saya mencari uang sendiri,” ujar perempuan 46 tahun tersebut.
Dwi dan ketiga anaknya tinggal di sebuah rumah bertembok batu bata merah dengan lantai diplester. Ada sebuah toko kecil di bagian kanan rumah di desa di Kecamatan Modo yang berjarak sekitar 45 kilometer dari Lamongan Kota tersebut.
Toko itulah gantungan pendapatan Dwi sekarang. Dia membukanya setelah ada banyak pihak yang berempati kepadanya begitu video Areka ramai menjadi perbincangan.
Sebelumnya, Dwi harus bekerja semampunya. Apalagi, dia sering berutang kepada pemilik sawah buat mencukupi kebutuhan. Untuk melunasinya, dia harus menjadi buruh saat musim tanam dan panen jagung.
Setengah hari bekerja, upahnya mencapai Rp 50 ribu. “Kalau musim panen, banyak yang menagih, diajak ke sawah karena uang sudah diterima dan habis,” jelasnya.
Tak jarang, sejumlah orang memberikan bantuan beras kepada Dwi. Dia tinggal menyiapkan sayur dan ikan untuk ketiga anak dan dirinya.
Areka sebagai anak sulung otomatis turut menanggung sebagian beban sang ibu. Saat tak ada yang menjaga adik-adiknya di rumah karena sang ibu bekerja, siswa kelas V itulah yang mengambil alih tugas tersebut. Jadilah setiap pagi dia mengajak keduanya ke sekolahnya, SDN Kedunglerep, dengan berjalan kaki. Jarak rumah dengan sekolah sekitar 300 meter.
Ely Victoria dari pagi ikut sang kakak masuk kelas. Sebab, dia sudah ikut belajar di kelas prasekolah pendidikan anak usia dini (PAUD). Dan, PAUD-nya kebetulan berada di sebelah sekolah sang kakak.
Amanda Veronika ikut Areka masuk kelas sejak pagi sampai saat pulang di tengah hari. Areka pun belajar sambil momong. Beruntung, Amanda seperti paham kondisi ”kedaruratan” yang dialami sang kakak.
“Dia nggak pernah rewel, kalau di dalam kelas ya diem saja, tak mengganggu belajar. Paling sibuk sendiri menggambar,” kata Areka sepulangnya sekolah pada Rabu pekan lalu itu.
Tanggung jawab Areka tak berhenti di sana. Pulang sekolah dia masih harus menyiapkan menu makanan bagi kedua adiknya. Areka biasanya memasak telur ceplok untuk disantap bersama Ely dan Amanda. “Uang saku untuk satu hari Rp 10 ribu bersama adik-adik,” ucapnya.
Awalnya, Dwi meminta Areka menjaga kedua adiknya di rumah. Padahal, pembelajaran sudah mengharuskan tatap muka. Buntutnya, Areka pun sering bolos sejak pembelajaran semester ini dimulai pada Januari lalu.
“Dalam seminggu, dia bisa 3–4 kali izin karena merawat adiknya yang ditinggal ibunya bekerja buruh tani,” jelas Ika Waldata, wali kelasnya.
Areka lalu meminta untuk diizinkan belajar daring di rumah. Namun, sekolah tak memberi izin. Jalan tengahnya, dia diperbolehkan mengajak adik-adiknya ke dalam kelas asal tak mengganggu proses belajar-mengajar.
Ternyata murid-murid lain maupun sang guru tak pernah terganggu. Areka tak pernah mendapat keluhan atau teguran. “Semua saling memahami,” tutur Ika.
Sampai kemudian, video tadi beredar dari satu gawai ke gawai lainnya. Empati berdatangan, yang lantas dimanfaatkan Dwi untuk memulai usaha di rumah.
Dia berjualan mi, sosis, dan sejumlah kebutuhan lain. Toko itu kecil saja, sederhana. Namun, setidaknya keberadaannya membuat Dwi bisa meluangkan waktu momong dua anaknya.
Sejak awal bulan ini, Areka tak perlu lagi membawa kedua adiknya ke kelas. Pulang sekolah, sudah ada ibunya yang menyiapkan telur ceplok untuk adik-adiknya. Juga, untuk dia. (*/c14/ttg/jpg)