TARAKAN – Basarnas RI menegaskan perairan Kaltara merupakan wilayah paling rawan dalam peristiwa Kejadian Membahayakan Manusia (KMM). Pihaknya mencatat sebanyak 90 persen operasi SAR karena faktor kecelakaan di perairan.
“Karena kami lihat di Kaltara tidak ada gunung api, kedaruratan bencana, atau patahan gempa bumi. Tapi yang paling banyak kecelakaan di perairan,” ujar Direktur Kesiapsiagaan Basarnas RI Noer Isrodin Muchlisin.
Pihaknya menekankan kepada kantor SAR Tarakan, untuk memperkuat personel dan unsur potensi SAR lainnya. Menurutnya, jumlah 75 personel di Kansar Tarakan sudah cukup untuk menangani wilayah kerja di Kaltara.
Pihaknya juga akan memproyeksikan latihan bersama SAR skala lintas negara dengan Malaysia secara rutin setiap tahunnya. “Mungkin kami perlu kuat jejaring, saat ini Pos SAR ada di Nunukan. Tapi kami akan kembangkan lagi, tergantung potensial kejadian mana yang lebih sering,” ungkapnya.
Adapun kondisi armada di Kansar Tarakan sejauh ini sudah cukup baik. Terlebih terdapat kapal dengan panjang 40 meter serta 2 pos di Nunukan dan Tarakan. Jika terjadi kecelakaan dalam skala yang besar di perairan Kaltara. Basarnas RI siap membantu dengan sederet peralatan canggih.
“Alat untuk deteksi di bawah air, kemudian ada kapal lain yang nanti saling merespons. Kalau yang dekat dengan Tarakan ada Gorontalo, Balikpapan dan Manado. Sehingga jika ada emergency kami akan gerakkan ke sini (Kaltara),” tegasnya.
Kecelakaan laut yang dihadapi Basarnas RI beragam. Tidak hanya kapal kecil, termasuk kecelakaan pesawat seperti Air Asia, Sriwijaya dan Lion Air yang kerap kali jatuh di lautan lepas. Sebelumnya, pihaknya juga meninjau langsung latihan potensi SAR dalam operasi penyelamatan korban kecelakaan pesawat pada 20 Februari 2024.
“Jadi anggota kami sudah siap dan punya mekanisme untuk membantu tugas negara. Saya yakin, TNI/Polri punya irisan tupoksi yang ada kaitannya dengan SAR, dalam Undang-Undang juga disebutkan,” tuturnya.
Menanggapi ini, Kepala Kantor SAR Tarakan Syahril mengatakan, setiap ada laporan kondisi membahayakan manusia, waktu respons tergantung dari jangkauan di perairan. Sebab tidak bisa mengetahui beratnya medan dan jumlah armada yang dikerahkan selama operasi SAR. Pihaknya tetap berfokus menyamakan persepsi dan pola tindak.
“Total ada 75 personel. Armada kami punya kapal 40 meter, 1 unit, rigid inflatable boat (RIB) 3 unit, rigid buoyant boat (RBB) 1 unit dan perahu karet 8 unit,” sebutnya. (kn-2)