Monday, 6 October, 2025

Peternakan Berkandang Asri tanpa Bau di Perkampungan Padat Jaksel

Asupan vitamin, ampas tahu tempe, serta pohon bambu, itu beberapa kiat Abdul Latif menjalankan peternakan di tengah ibu kota. Ada karpet untuk masing-masing sapi demi menghindari dingin karena harus tidur di semen.

 Zalzilatul Hikmia, Jakarta

SETELAN necis, kerja di segitiga elite Jakarta. Seperti juga banyak anak ibu kota lain, dulu, itulah bayangan Abdul Latif tentang masa depannya ketika masih duduk di bangku kuliah.

“Sama sekali tak ada bayangan untuk menjadi peternak,” ungkapnya ditemui di Kandang Sapi Betawi Muda di daerah Petukangan Utara, Jakarta Selatan, Selasa lalu (17/5).

Tapi, hidup berkata lain. Alumni Universitas Indonesia (UI)  justru banting setir. Latif memutuskan untuk menjadi pedagang mengikuti panggilan jiwanya. Kebetulan, dia memang lahir dan besari di keluarga wirausaha. Anggota fimilinya rata-rata menjadi pedagang yang menjual hewan maupun tanaman.

Tapi, Latif ingin jalan niaga yang dia tempuh berbeda. Dia tak mau asal menjajakkan hewan ternak musiman jelang Idul Adha. Menurutnya, berjualan di pinggir jalan banyak risikonya. Termasuk, membuat hewan stres hingga membuat kualitas hewan ternak menurun

“Karena sejak awal saya menganggap berjualan hewan ini ibadah. Jadi saya inginnya memberikan yang terbaik untuk mereka yang juga mau ibadah,” paparnya.

Sekitar 2016, dia nekat membuat kandang ternak di kawasan Petukangan Utara. Bermodal sebidang tanah yang dia miliki di kawasan Petukangan Utara, Latif memulai dengan beternak kambing dengan kapasitas 20 ekor dan sapi 8 ekor.

Hidup dengan keluarga pedagang tak lantas membuat bisnis yang dirintis berjalan mulus. Banyak gejolak yang muncul. Bahkan sejak awal ide pembuatan kandang. “Banyak yang meragukan, memang bisa beternak di tengah kota?” kenangnya.

Selain itu, sempat ada penolakan dari warga terkait ide pembuatan kandang ternak miliknya. Maklum, kandang itu berada di tengah pemukiman padat penduduk. Ada kekhawatiran kandang miliknya menimbulkan bau tak sedap sehingga mengganggu warga.

Tapi, Latif berhasil menepis semua kekhawatiran tersebut. Citra kandang ternak bau dan kumuh langsung terkubur dalam-dalam saat berada di kandang miliknya. Kandang yang kini berisi puluhan sapi dan kambing itu justru menyajikan suasana asri.

Jauh dari bau tak sedap. Bahkan, tak ada lalat yang kerap mengerubuti hewan ternak di sana. Bikin betah untuk berlama-lama. “Kuncinya ada tiga. Manajemen kandang, pakan, dan penghijauan,” ungkapnya.

Manajemen kandang wajib diperhatikan. Mulai dari kebersihan kandang hingga kebersihan hewan. Semua ternaknya wajib mandi dua kali sehari. Kemudian, pakan harus berkualitas termasuk suplemen hingga vitamin yang diberikan.

Masalah pakan menjadi tantangan tersendiri. Banyak orang yang ragu beternak di tengah kota lantaran takut tak dapat pakan memadai. Padahal, menurutnya, pakan bisa disiasati sesuai potensi yang ada di masing-masing daerah. “Jakarta misalnya, kebetulan ampas tahu dan tempe banyak, kita kasih itu,” papar pria yang akrab disapa Bang Latif tersebut.

Pemberian pakan ampas tahu dan tempe ini tak lantas menggugurkan pakan rumput. Menurutnya, sebagai kodrat hewan ruminansia, sapi dan kambing tetap butuh makanan hijauan. Hak itu pun dia penuhi melalui rumput segar yang dia peroleh dari lahan sekitar lokasi kandang.

“Sebenarnya di Jakarta melimpah. Lahan kosong di sini jarang ditanami pertanian makanya tumbuh rumput liar. Masih bisa ngarit di sana,” paparnya.

Bukan hanya kebersihan dan pakan, penghijauan juga jadi kunci dari bebas bau di Kandang Betawi Muda ini. Area kandang terlihat dikelilingi pohon bambu. Selain memberikan efek asri, pohon bambu ternyata antioksidan yang baik serta dapat memecah angin. Kemampuan memecah angin ini yang akhirnya bisa menyaring udara yang keluar dari kandang. Sehingga tidak menimbulkan bau. Begitu pula sebaliknya.

“Ini bukan bambu betung yang banyak kuntilanaknya ya, ini bambu Jepang,” candanya.

Selain tak bau, suasana kandang juga sangat tenang. Tak ada lenguhan dari puluhan hewan ternak yang mayoritas sapi. Hewan ternak seolah sangat menikmati hidup. Bagi Latif, hak para ternak ini wajib dipenuhi. Ada ataupun tidak ada wabah penyakit yang mengancam, pakan dan vitamin terbaik wajib dipenuhi.

Begitu pula dengan tempat tidur. Masing-masing sapi diberikan karpet untuk tidur untuk menghindari hawa dingin karena harus tidur di semen. “Bayi kalau nangis kenapa? Gak nyaman atau lapar. Sama, hewan pun demikian,” ungkapnya.

Sepanjang enam tahun menekuni bisnis ini, tantangan demi tantangan berhasil dilewati. Termasuk, saat hewan ternak miliknya sakit. Menurutnya, sama seperti manusia, hewan sehat pun bisa tiba-tiba sakit bahkan mati. Beruntungnya, sebagai lulusan Fakultas Kesehatan Masyarakat, banyak ilmu tentang kesehatan, gizi, hingga obat-obatan yang pernah dia pelajari.

Sehingga, ketika ternaknya sakit, ilmu tersebut bisa diaplikasikan pada mamalia ini. Tentu dengan catatan-catatan, seperti dosis yang lebih tinggi dibanding manusia. “Terkait obat, apa yang diberikan ke manusia bisa diberikan ke hewan. Tapi jangan sebaliknya ya. Hehe,” paparnya.

Hitung-hitungan rugi pun tak usah ditanya. Saat sakit, kadang ada saja yang tidak bisa disembuhkan. Solusinya tentu berakhir di pejagalan. Kalau sudah demikian, harga Sapi pun bisa turun drastis dari harga beli awal. Dari Rp 30 juta per ekor menjadi Rp 5 juta per ekor sapi.

“Harus kuat mental di situ. Tapi, karena dari awal niatnya ibadah, jadi ya saya libatkan Allah dalam bisnis saya,” jelasnya.

Meski mengalami naik turun, bisnis peternakan milik Latif sudah berhasil meraup omset hingga miliaran rupiah. Saat ini, kandang miliknya pun kerap jadi jujukan warga untuk membeli ternak. Terutama, jelang hari raya kurban. Ratusan sapi dari ras limosin, sapi Bali, sapi Madura, sapi metal, hingga sapi PO selalu tersedia jelang Idul Adha. (jpg)

Artikel Terkait

TINGGALKAN PESAN

Silahkan masukkan komentar anda
Silahkan masukkan nama anda

- Advertisement -

Artikel Terbaru