Selama sepuluh tahun terakhir, penurunan angka pernikahan mencapai 28 persen dan diperkirakan terus menurun sampai sepuluh tahun ke depan. Tapi, Kemenag tetap berpesan, jangan buru-buru nikah…
M.HILMI SETIAWAN, Jakarta
FENOMENA krisis populasi di negara maju seperti di Jepang dan Korea Selatan bisa saja juga terjadi di Indonesia. Dimulai dari tren angka pernikahan yang mengalami penurunan.
Bahkan, angka pernikahan pada 2023 menjadi yang paling rendah dalam satu dekade terakhir (lihat grafis). Merujuk laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka pernikahan di sepanjang tahun lalu tercatat 1,58 juta pernikahan.
Kondisi ekonomi, gaya hidup, dan aspek sosial lainnya ditengarai menjadi pemicunya. Jika dihitung dalam sepuluh tahun terakhir, ada penurunan 28 persen.
Penurunan angka pernikahan ini diprediksi berlangsung sampai 10 tahun mendatang. Bahkan, kelompok jomblo hingga usia 30 tahunan akan menjadi kelompok arus utama di tengah populasi masyarakat Indonesia.
Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, pihaknya hanya memegang data pencatatan nikah untuk umat Islam. Sementara data di BPS itu bersifat umum. Kepada anak-anak muda, Kamaruddin memang mengatakan jangan buru-buru menikah.
“Persiapkan diri sebaik-baiknya,” katanya, Selasa (5/3).
Untuk menyiapkan bekal membangun keluarga, Kemenag mendorong calon pengantin ikut bimbingan perkawinan atau bimwin. Ditjen Bimas Islam mengeluarkan kebijakan ketentuan wajib ikut bimwin berlaku semester kedua tahun ini.
Menurut Kamaruddin, persiapan diri yang sebaik-baiknya bisa jadi modal membangun keluarga yang bermutu. Kemudian melahirkan generasi yang juga berkualitas. “Untuk menuju Indonesia hebat,” kata dia.
Terkait gagasan dibukanya pencatatan perkawinan semua agama di KUA yang ditengarai bisa mempermudah masyarakat, Kamaruddin menegaskan bisa jadi kebijakan baru itu bakal meningkatkan angka pernikahan.
Tetapi, dia menegaskan bahwa substansi aturan membuka layanan pencatatan perkawinan semua agama di KUA bukan untuk meningkatkan angka pernikahan itu sendiri.
Terpisah, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh menjelaskan, hukum asal menikah itu adalah boleh dengan persyaratan tertentu. “Jika sudah memenuhi persyaratan, sebaiknya segera menikah,” ujarnya.
Salah satu persyaratan adalah usia dewasa untuk melangsungkan pernikahan. Dia menegaskan bahwa ketentuan usia untuk menikah itu adalah kualitatif.
Sebab, itu terkait dengan kecakapan. Khususnya kecakapan membangun rumah tangga.
Jepang menjadi sorotan karena tingkat menikah, termasuk untuk memiliki momongan, menurun. Pemicunya antara lain biaya hidup, khususnya untuk pendidikan tinggi.
Tahun lalu tingkat kelahiran di Negeri Sakura itu mencapai rekor terendah. Angka fertilitas atau rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang perempuan selama hidupnya adalah 1,2565. Angka tersebut turun dibandingkan dengan level terendah sebelumnya di 1,2601 yang diunggah pada 2005 dan jauh di bawah level 2,07 sebagai angka yang dianggap dapat mempertahankan kestabilan populasi. (*/c19/ttg/jpg)
ANGKA PENCATATAN PERNIKAHAN DI INDONESIA
2023: 1,58 juta
2022: 1,71 juta
2021: 1,74 juta
2020: 1,79 juta
2019: 1,98 juta
2018: 2,02 juta
2017: 1,94 juta
2016: 1,84 juta
2015: 1,94 juta
2014: 2,11 juta
2013: 2,21 juta
Keterangan:
Pencatatan pernikahan untuk semua agama resmi di Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)